Minggu, 19 Desember 2010

Distintion Principle dalam Hukum Humaniter Internasional



      Prinsip atau asas Pebedaaan (Distintion Principle) merupakan suatu asas penting dalam Hukum Humaniter Internasional. Prinsip ini membedakan penduduk dari suatu Negara yang sedang berperang dalam dua golongan yaitu; Kombatan (Combatant) dan Penduduk Sipil (Civilian).
      Menurut Mochtar Kusumahadmadja, fungsi diadakannya Distinction Principle adalah
1.            Memberikan perlindungan terhadap kombatan maupun penduduk  sipil dari  penderitaan  yang  tidak perlu.
2.            Menjamin Hak Asasi Manusia Yang sangat fundamental bagi Mereka yang jatuh
tangan musuh
3.            Mencegah dilakukanya perang Kejam tanpa mengenal batas disini yang terpenting  adalah Asas prikemanusiaan

               Menurut Jean Pictet, prinsip pembedaan ini berasal dari asas umum yang dinamakan asas pembatasan ratione personae. Yang menyatakan, ‘the civilian population and individual civilians shall enjoy general protection against danger arising from military operation’. Asas umum ini memerlukan penjabaran lebih jauhke dalam sejulah asas pelaksanaan (principles of application), yakni:
a.              Pihak – pihak yang bersengketa, setiap saat, harus membedakan antara kombatan dan
penduduk sipil guna menyelamatkan penduduk sipil dan objek – objek sipil.
b.              Penduduk sipil, demikia pula orang sipil secara perorangan, tidak bolah dijadia objek
serangan (walaupun) dalam hal reprisals ( pembalasan ).
c.              Tindakan maupun ancaman kekerasan yang tujua utamanya untuk menyebarkan teror
terhadap penduduk sipil adalah dilarang.
d.             Pihak – pihak yang bersengketa harus mengambil segala langkah pencegahanyang
memungkinkan untuk menyelamatka penduduk sipil atau setidak – tidaknya , untuk menekan kerugian atau kerusakan yag tak disengaja menjadi sekecil mungkin.
e.       Hanya anggota angkatan bersenjata yang berhak menyerang dan menahan musuh.


         Sanksi yang dikenakan apabila hukum perang dilaggar ditujukan kepada ketentuan tentang “penal sanctions” yag terdapat dalam Konvensi Jenewa tahun 1949.
   Lauterpacht dalam membahas sarana yang dapat dipakai untuk menjaminberlangsungnya suatu “legitimasi welfare“ membagi sarana tersebut dalam 3 kelompok (classes), yaitu :
a.              Measures of selfhelp, seperti reprisal, penghukuman prajurit yang melaksanakan
kejahatan perang, penyanderaan;
b.              Protes ( complaints ) yang disampaikan kepada musuh, atau kepada Negara netral, jasa
baik – baik, mediasi dari Negara netral;
      c.       Kompensas (Lauterpacht, 1955:577-578)
          Sekarang diuraikan lebih mendalam beberapa measures tersebut diatas, yaitu sebagai berikut :
1.            Protes ( Complaint )
         Apabila terjadi pelanggaran yag cukup berat, pihak yag dirugikandapat mengajukan complaint melalui suatu Negara netral dengan maksud:
a.              Agar Negara netral tersebut dapat memberikan jasa – jasa baiknya atau dapat
melakukan mediasi.
b.      Sekadar menyampaikan facts atau pelanggaran untuk diketahui
c.       Untuk mempegaruhi pendapat umum.

2.      Penyanderaan ( Hostages )
         Penyandearaan merupakan suatu upaya unutk menjamin berlangsungnya suatu legitimasi warfare sering dilakukan padamasa yang lampau. Dalam perang Prancis Jerman tahun 1870.  Orang – orang terkemuka pada suatu wilayah yang diduduki ditangkap dan ditahan dengan masud agar penduduk wilayah tersebut tidak akan melakukan perbuatan – perbuatan yang bersifat permusuhan.
Dengan adanya Konvensi Jenewa 1949, semua bentuk peyanderaan dilarang. Artikel 3 (1) dari Konvensi I berbunyi sebagai berikut:
Untuk maksud ini, maka tindakan – tindaka berikut dilarang dan tetep aka dilarang untuk dilakukan tehadap orang – orang tersebut diatas pada waktu dan tempat apaapun juga (a) tindakan kekerasan atas jiwa dan raga, terutama setiap macam pembunuhan, pengudungan (multilation), perlakuan kejam dan penganiayaan; (b) penyanderaan da seterusnya.

3.      Pembayaran Kompensasi
         Ketetuan mengenai Konpensasi ini dapat ditemukan dalam Hague Convention IV tahun 1907, artikel 3, yang berbunyi sebagai berikut.
Artikel 3 ini mencangkup dua macam ketentuan yaitu:
a.              Bahwa pihak berperang yang melagar Hague regulation harus membayar
kompensasi;
b.              Bahwa pihak berperang bertaggaung jawab aamua perbuatan yang dilakuka oleh  anggota –angota angkatan bersenjatanya.

4.      Reprisal
         Reprisal merupakan tindakan yang melanggar hukum dan tindakan tersebut dilakukan dengan maksud agar pihak – pihak yang melanggar hukum perag meghentikan perbuatannya dan juga untuk memaksa ia agar dikemudian hari menaati hukum tersebut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar